Langsung ke konten utama

Resensi | Jejak Damai Aceh



Violanda Tri Putri Syarif | Resensi novel karya Boy Abdaz ini menceritakan tentang pergolakan batin seorang anak muda Aceh. Seorang anak muda yang dianugerahi Allah kesempatan untuk ikut serta dalam satu aktifitas mulia. Hidayat memang memperoleh hidayah agar menjadi bagian dari mediator yang mendamaikan dua pihak yang bertikai. 

Namun dalam perjalanan tugasnya ia menghadapi berbagai persoalan yang kemudian mengantarkannya kepada masalah baru yang lebih pelik dan dia hampir tidak sanggup memikul beban berat itu, bahkan ia pun harus meringkuk dalam tahanan. Fakta-fakta yang masuk ke mejanya, orang-orang yang mengadukan dukanya, akhirnya itu semua mencampakan Hidayat dalam posisi sulit.

Ia berusaha bersikap netral, namun sebagai aneuk Aceh, ia tidak kuat menyaksikan fakta yang terpampang diatas meja kerjanya. Laporan-laporan tentang berjatuhannya korban dari rakyat Aceh yang tidak berdosa, mematri solidaritas baru ke dalam dirinya. Ia muak kepada kedua pihak bertikai yang mengaku diri sebagai pembela rakyat, tapi peluru-peluru mereka tidak bisa memilah antara rakyat dan kombatan. Inilah gambaran tentang kondisi yang dihadapi oleh anak muda Aceh dalam masa proses damai dijalankan.

Kelebihan dari novel ini adalah memberikan gambaran tentang anak muda Aceh selama proses damai dijalankan. Gambaran kondisi seperti ini tidak akan di temukan pada buku-buku teks sejarah. Apalagi proses cikal bakal damai Aceh yang merupakan bagian dari sejarah kontemporer Aceh. 

Di satu sisi novel yang berjudul Jejak Damai Aceh ini menjadi pengisi kekosongan data sejarah sejarah dan memberi bahan bacaan baru bagi pencinta kisah-kisah pengalaman batin. Novel ini merekam satu bagian dari tahapan proses damai yang pernah berlangsung di Aceh. Dengan mengambil setting dalam masa proses damai, novel ini mengeksplorasi emosi tokohnya.

Kekurangan dari novel ini adalah semua peristiwa yang disajikan dari sudut pandang tokoh itu sendiri, kadangkala ada idealisme dari sang tokoh yang kurang bisa di terima oleh pembaca sehingga novel ini terkesan menjadi sangat subjektif.

Setelah saya membaca novel ini, saya melihat novel ini cukup berhasil menyajikan fakta sejarah yang belum teroreh dalam lembaran sejarah Aceh. Baca aneukkomunikasiusk10.blogspot.co.id

Judul Novel              :  Jejak Damai Aceh.
Judul Resensi Novel  : Jejak Damai Aceh.
Pengarang               : Boy Abdaz.
Penerbit                  : Bandar Publishing.
Tahun Terbit            : Agustus 2009.
Kota Terbit              : Rukoh, Darusslam, Banda Aceh.
Jumlah Halaman      : 171 hal


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Petikan Senar Jasmine (Sebuah Cerpen)

Suhban baru saja merapikan peralatan kerjanya. Berbagai jenis kuas ia tempatkan di sudut ruang, kecuali box kuas mini ia biarkan di sisi palet lukis di bawah   easel stand   yang menampung sebuah   lukisan realis   berbahan dasar kanvas. Hanya butuh beberapa sentuhan kecil kepiawaian tangan Suhban untuk   finishing . Suhban tetap antusias meski memasuki bulan ketiga menuangkan segala ide untuk kesempurnaan lukisannya. Suhban mulai abai dengan perawatan dirinya, tampil sekenanya saja lazimnya seorang pelukis profesional. Rambutnya mulai membentuk gumpalan ikal meski sejatinya rambutnya hanya bergelombang kecil jika dirawat. Wajahnya mulai tampak lelah akibat kecapaian dan kekurangan asupan gizi, pola makannya tidak teratur sama sekali. Setelah beberapa kali gagal pinang, Suhban fokus di kamar melukis sebagai pelariannya dari kenyataan bahwa kesederhanaan tidak dapat diandalkan lagi di ruang sempit sosial ketika materi menjadi segalanya sebagai tolok ukur. Ke...

Harmoni di Tepi Krueng Lokop dan Bakti Pak Tani untuk Negeri

  Seperti menyisir daerah pedalaman lainnya, menelusuri jalan ke Lokop, Aceh Timur, membutuhkan kesiapan yang matang. Harus didukung oleh jenis transportasi yang tidak biasa agar memudahkan melewati jalanan ekstrim setelah musim hujan. Jarak tempuh ke sana setidaknya membutuhkan waktu 4 jam dan melintasi dua kecamatan jika hitungan  start  dimulai dari simpangan Gampong Beusa, Peureulak di jalan nasional. Mobil dengan daya 4×4 direkomendasikan untuk menundukkan bebukitan berbatu akibat aspal yang tergerus air hampir separuh jalan ke sana. Saya tergabung dalam tim Forum Petani Organik Rakan Pak Tani yang menuju ke Lokop, Serbajadi salah satu kecamatan di sebelah selatan Aceh Timur. Forum ini diundang untuk melakukan sosialisasi kepada warga di sana tentang pola penanaman organik pada tanaman mereka. Tim ini hampir saja gagal menuju ke sana akibat mobil yang dipersiapkan tiba-tiba tidak bisa berangkat. Tidak ada pilihan lain, mobil Honda mobilio milik Zulfan akhirnya dipaks...

Tumpôk Asëë Lêt

Malam belum begitu larut, sisa sengatan terik siang hari masih menguap dari dinding sebuah warung kopi yang masih searah dengan sebuah bangunan nan luas dan megah, Meuligoe, tempatnya para Wali. Selaku penikmat kopi malam, tanpa sengaja kami telah melawan penjajahan oleh waktu. Larut dalam pembicaraan civil society dan good government yang tidak bertepi. Rona Aceh Damai menjadi buyar dan hambar ketika fakta-fakta menyadurkan realita miris. Kata damai dalam kondisi tertentu bagai memperjuangkan kata itu sendiri menjadi bagian dari semacam kosa kata baru agar masuk ke dalam sebuah kamus, setelah diskusi panjang terhadap pemaknaannya. Bukan seminar tentunya, reuni atau semacamnya. Tapi hanya pertemuan dan obrolan biasa sambil mencandai sekumpulan kacang yang sudah mulai berjamur dalam sebungkus ikatan plastik. Tetap punya nilai jual karena tersusun rapi dalam sebuah rak warung. Minimal keberadaannya memenuhi aneka menu agar tidak terkesan  hana sapue na . Sebuah perumpamaan keluar dar...