Langsung ke konten utama

Resensi Buku; In-Depth Story Damai Aceh


Damai Aceh merupakan anugerah yang patut disyukuri. Bagaimana damai itu dibangun juga layak dicermati. Buku ini merekam setiap tahapan dari proses menuju perdamaian Aceh. Banyak kisah-kisah menarik yang belum terungkap sebelumnya, dibahas tuntas dalam buku ini.

Kelebihan buku ini terletak pada sumber-sumber utama pelaku perdamaian Aceh, baik sejak fondasi perdamaian diletakkan oleh HDC maupun kelanjutannya pada masa CMI berperan. Keterlibatan HDC dikupas pada BAB II buku ini, dimulai dari awal keterlibatan HDC, pembentukan komite-komite, hingga jeda kemanusiaan dan moratorium.

 Boy Abdaz sebagai salah seorang staf pusat informasi publik HDC mengungkap dokumen penting terkait proses damai Aceh dalam buku ini. Kombinasinya bersama jurnalis Iskandar Norman membuat dokumen-dokumen “rahasia” itu bisa dipapar lugas dengan bahasa sederhana yang mengalir dan enak dibaca. Buku ini juga mengungkap kisah-kisah genting yang membuat proses menuju perdamaian mandeg, seperti gagalnya zona aman, perbedaan persepsi pemerintah RI dan GAM soal steering commite, hingga penangkapan enam juru runding GAM.

 Pada bab selanjutnya (BAB III) buku ini mengupas tuntas tentang Damai Melalui Dialog (DMD), mulai dari pembekalan TMMK, UUD NAD sebagai titik awal perundingan, para wisman intrenasional ke Aceh, keterlibatan tim enam (sipil) dalam dialog, hingga gagalnya peace agreement karena GAM menolak menandatanganinya. Sisi yang paling menarik pada bab ini adalah tentang pengepungan rawa Cot Trieng menjelang penandatangan CoHA dan gagalnya konferensi Tokyo. Baca aceh.tribunnews.com

 Boy Abdaz dan Iskandar Norman tidak berhenti pada titik itu saja. Pada BAB IV mereka membahas kisah-kisah menarik di balik penandatangan CoHA. Mulai dari polemik penempatan senjata GAM, demiliterisasi, persiapan JSC dan perwira sulapan GAM, hingga polemik keterlibatan militer Filipina. Yang tak kalah menariknya adalah tentang masuknya tim internasional ke Aceh, pembentukan joint council untuk evaluasi, serta kisah di balik menyerahnya panglima operasi militer GAM yang belum pernah diungkap ke publik.

 Proses damai Aceh sempat manuai jalan buntu akibat gagalnya dialog. Ini merupakan tahap paling krusial dari upaya untuk mendamaikan Aceh. Tentang ini dibahas dalam BAB V. Akibag gagalnya Tokyo Meeting, para juru runding GAM ditangkap dan di Aceh diberlakukan Darurat Militer (DM). Hal yang membuat konflik Aceh kembali menggelora, ratusan ribu tentara dikirim ke Aceh, perang pecah di hampir seluruh wilayah Aceh. Baca acehtrend.co

 Pada masa-masa genting itu, Perdama Menteri GAM Malik Mahmud berpidato di parlemen Eropa. Naskah pidato Malik Mahmud dan resolusi Uni Eropa terkait persoalan Aceh yang dibahas dengan cemerlang menjadi kekuatan narasi pada BAB V buku ini. Apalagi ditambah dengan fakta-fakta retaknya hubungan Indonesia dengan Swedia akibat kasus Aceh.

 Proses damai Aceh yang sudah pada titik nadir itu, kemudian diretas kembali oleh lembaga lain, yakni CMI.  BAB VII buku ini mengisahkan bagaimana upaya-upaya yang dimainkan pihak internasional dan Uni Eropa untuk membawa kembali pemerintah RI dan GAM ke meja perundingan. Kisah di balik upaya meretas dan menyambung kembali jalan damai yang buntu itu sangat menarik untuk dibaca.

Perdamaian bukan hanya dalam naskah MoU Helsinki. Cerita pro kontra dan tarik ulur  antara pemerinrah RI dan GAM dalam beberbagai dialog lebih menarik untuk diketahui. Buku ini memberi jawaban terhadap itu. 

Ketika damai sudah terwujud, hal yang tak kalah pentingnya adalah menjaganya. Aceh Monitoring Mission (AMM) dibentuk, senjata GAM dilucuti, TNI/Polri non organik ditarik dari Aceh. Perang benar-benar harus dihentikan, Komisi Penguatan Keamanan (COSA) dibentuk. Pada BAB VIII buku ini membahas tuntas tentang peran AMM di Aceh, dan kesimpulan Uni Eropa terhadap masalah Aceh.

 Bab selanjutnya membahas tentang penjabaran isi MoU Helsinki, yakni tentang Aceh dan pemerintahan tersendiri. Buku ini membahas secara lugas tentang pembahasan hingga pengesahan Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA), pembentukan partai politik lokal di Aceh, serta kilas balik konflik Aceh di bawah enam Presiden Republik Indonesia, mulai dari Soekarno hingga Susilo Bambang Yudhoyono. Baca portalsatu.com

Ruh buku ini juga diperkuat dengan pernyataan dan kesaksian (testimoni) dari para pelaku perdamaian Aceh, seperti Pieter Cornelies Feith, Lousa Chan Boegli, Alexander Ian Fitzgerald Boyd, Martin Griffith, dan Juha Christensen. Buku ini cocok dibaca oleh semua kalangan. Sangat direkomendasikan bagi pemerhati dan peneliti konflik Aceh, dosen dan mahasiswa mata kuliah resolusi konflik. [**]

Judul               :     Proses Damai Aceh Model Resolusi Konflik Indonesia
Penulis           :     Boy Abdaz – Iskandar Norman
Ukuran          :     14 x 22 Cm
Tebal              :     430 Halaman
Penerbit        :     Transisi Foundation

 





Komentar

  1. Selamat siang Pak Boy,

    Perkenalkan saya Ade Farida, dimana saya bisa membeli buku Bapak berjudul " Proses Damai Aceh Model Resolusi Konflik Indonesia" untuk bisa dijadikan koleksi perpustakaan Library of Congress?

    Salam,
    Ade (afar@loc.gov)

    BalasHapus
  2. Sangat berguna untuk mengetahui sejarah

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Petikan Senar Jasmine (Sebuah Cerpen)

Suhban baru saja merapikan peralatan kerjanya. Berbagai jenis kuas ia tempatkan di sudut ruang, kecuali box kuas mini ia biarkan di sisi palet lukis di bawah   easel stand   yang menampung sebuah   lukisan realis   berbahan dasar kanvas. Hanya butuh beberapa sentuhan kecil kepiawaian tangan Suhban untuk   finishing . Suhban tetap antusias meski memasuki bulan ketiga menuangkan segala ide untuk kesempurnaan lukisannya. Suhban mulai abai dengan perawatan dirinya, tampil sekenanya saja lazimnya seorang pelukis profesional. Rambutnya mulai membentuk gumpalan ikal meski sejatinya rambutnya hanya bergelombang kecil jika dirawat. Wajahnya mulai tampak lelah akibat kecapaian dan kekurangan asupan gizi, pola makannya tidak teratur sama sekali. Setelah beberapa kali gagal pinang, Suhban fokus di kamar melukis sebagai pelariannya dari kenyataan bahwa kesederhanaan tidak dapat diandalkan lagi di ruang sempit sosial ketika materi menjadi segalanya sebagai tolok ukur. Ke...

Harmoni di Tepi Krueng Lokop dan Bakti Pak Tani untuk Negeri

  Seperti menyisir daerah pedalaman lainnya, menelusuri jalan ke Lokop, Aceh Timur, membutuhkan kesiapan yang matang. Harus didukung oleh jenis transportasi yang tidak biasa agar memudahkan melewati jalanan ekstrim setelah musim hujan. Jarak tempuh ke sana setidaknya membutuhkan waktu 4 jam dan melintasi dua kecamatan jika hitungan  start  dimulai dari simpangan Gampong Beusa, Peureulak di jalan nasional. Mobil dengan daya 4×4 direkomendasikan untuk menundukkan bebukitan berbatu akibat aspal yang tergerus air hampir separuh jalan ke sana. Saya tergabung dalam tim Forum Petani Organik Rakan Pak Tani yang menuju ke Lokop, Serbajadi salah satu kecamatan di sebelah selatan Aceh Timur. Forum ini diundang untuk melakukan sosialisasi kepada warga di sana tentang pola penanaman organik pada tanaman mereka. Tim ini hampir saja gagal menuju ke sana akibat mobil yang dipersiapkan tiba-tiba tidak bisa berangkat. Tidak ada pilihan lain, mobil Honda mobilio milik Zulfan akhirnya dipaks...

Tumpôk Asëë Lêt

Malam belum begitu larut, sisa sengatan terik siang hari masih menguap dari dinding sebuah warung kopi yang masih searah dengan sebuah bangunan nan luas dan megah, Meuligoe, tempatnya para Wali. Selaku penikmat kopi malam, tanpa sengaja kami telah melawan penjajahan oleh waktu. Larut dalam pembicaraan civil society dan good government yang tidak bertepi. Rona Aceh Damai menjadi buyar dan hambar ketika fakta-fakta menyadurkan realita miris. Kata damai dalam kondisi tertentu bagai memperjuangkan kata itu sendiri menjadi bagian dari semacam kosa kata baru agar masuk ke dalam sebuah kamus, setelah diskusi panjang terhadap pemaknaannya. Bukan seminar tentunya, reuni atau semacamnya. Tapi hanya pertemuan dan obrolan biasa sambil mencandai sekumpulan kacang yang sudah mulai berjamur dalam sebungkus ikatan plastik. Tetap punya nilai jual karena tersusun rapi dalam sebuah rak warung. Minimal keberadaannya memenuhi aneka menu agar tidak terkesan  hana sapue na . Sebuah perumpamaan keluar dar...