Langsung ke konten utama

Resensi Buku: ANTARA SUBUH DAN JAM PENERBANGAN ANDA

Foto: qu2buku.com

Tentang Penulis ;
Raghib Al-Sirjani lahir pada tahun 1964, di Provinsi Gharbiyyah, Mesir. Ia lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Kairo dengan predikat Summa Cumlaude tahun 1988. Kemudian meraih Master di Universitas yang sama tahun 1992.
Raghib menempuh program doctoral di Mesir dan AS di bidang Spesialis Bedah Ginjal. Disertasi doktoralnya terkait Operasi Urologi dan Ginjal ditulis dibawah bimbingan gabungan antara kedokteran Mesir dan Amerika yang diselesaikannya dengan istimewa pada tahun 1998.
Di sela-sela kesibukannya Raghib menyelesaikan program Tahfizh al-Quran pada tahun 1991. Selama kurun waktu 20 tahun terakhir, Raghib banyak mengkaji sejarah dan peninggalan Islam serta berkunjung ke berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia pada tahun 2014.
Professor Raghib memiliki banyak sumbangsih di bidang dakwah dan ilmiah, diantaranya mendirikan Markaz Al-Hadharah Al-Islami lid Dirasatit Tarikhiyah (Islamic Civilization Centre for Historical Studies) di Kairo.
Dr. Raghib telah menulis banyak buku dan penelitian di bidang sejarah dan pemikiran keislaman, di antaranya: Sejarah Perang Salib, Antara Sejarah dan Realita, Sejarah Ilmu Kedokteran dalam Peradaban Islam, Palestina dan Kewajiban Umat Islam, Ilmu dan Membangun Umat, Sejarah Tatar dari Awal hingga Ain Jalut, Anda dan Palestina, Siapa yang Membeli Surga?, Kita Bukan di Zaman Abrahah, Misteri di Balik Shalat Subuh, Bagaimana Anda Menghafal Al-Quran?, Umat yang Tidak Akan Pernah Mati, Jika Kalian Tidak Menolongnya?, dan masih banyak yang lainnya yang diterjemahkan ke berbagai Bahasa.
  
Ulasan Buku
Buku ini dibuka dengan sebuah hentakan batiniah dengan mengutip hadits dari Ubay bin Ka’ab; “Sesungguhnya dua shalat ini (Shubuh dan Isya’) adalah shalat yang berat bagi orang munafik. Sesungguhnya apabila mereka mengetahui apa yang ada dalam shalat Subuh dan Isya’, maka mereka akan mendatanginya, sekalipun dengan merangkak.”

Pandangan penulis, shalat subuh adalah ujian terberat untuk membedakan antara yang mukmin dan munafik, antara yang jujur dan yang dusta. Begitu mudahnya lidah mengatakan kalimat “Islam” namun alangkah sulitnya menancapkan “iman” dalam hati manusia. Allah SWT senantiasa memberikan beberapa ujian untuk menguji iman seorang hamba. Karakteristik ujian tentu saja sulit untuk menentukan siapa yang akan menang pada akhirnya. Namun ujian bukan sesuatu yang mustahil, tapi akan terasa sangat berat bagi orang-orang yang munafik.

Buku ini secara umum dapat dikatakan sebagai panduan/tips untuk menjalankan shalat subuh dengan mudah. Jadi uraiannya ditulis secara sistematis agar pembaca benar-benar memahami pentingnya, batasan-batasan waktunya dan langkah-langkah yang mampu mendorong sesorang untuk mulai melaksanakan shalat subuh secara berjamaah.

Pada bagian kedua, Penulis membahas tentang batas waktu shalat subuh. Shalat subuh memang shalat wajib yang paling sedikit jumlah rakaatnya, namun ia menjadi standar keimanan seseorang dan ujian terhadap kejujuran, karena waktunya sangat sempit. Masih ada diantara kita yang dengan bangga mengucapkan “Saya tadi bangun jam 07.00 pagi, dan yang pertama saya lakukan adalah wudhu’ dan shalat subuh.” Subhanallah! Waktu shalat subuh tidak berlaku hitungan waktu hingga datangnya waktu shalat yang selanjutnya (sampai dhuhur). Waktunya hanya sebentar, dari terbit fajar sampai matahari terbit. Terbatas, sempit dan sulit. Disitulah letak ujiannya.

Buku ini memuat dalil-dalil al-Quran dan hadits yang dipadukan dengan konteks kekinian seperti ketika menceritakan pengalamannya melihat orang-orang Yahudi di Amerika mempunyai kebiasaan bangun pagi –bersamaan waktu subuh, hanya untuk mengajak anjing peliharaan mereka menghirup udara segar sambil berjalan kaki, setelah seharian anjingnya terkurung. Di waktu yang lain Penulis mendapat undangan untuk menghadiri seminar kedokteran yang diselenggarakan pukul 06.00 pagi. Setelah shalat subuh sekira pukul 06.15 waktu setempat ia dengan santai menuju tempat seminar yang diyakininya masih sepi. Seminar di pagi buta adalah sebuah lelucon, pikirnya.

Ia kaget ketika sampai di sana aulanya sudah penuh sesak. Ada sekitar tiga ribu orang di sana. Dan ia sendiri mendapatkan kursi di deretan belakang. Ini tidak lazim, kemudian mendorong otaknya berpikir, bagaimana mereka mengatur hidupnya sehingga untuk pertemuan seperti itu yang sifatnya pilihan (opsional), bukan kewajiban, di pagi buta tapi mereka hadir dengan sempurna? Mengapa umat Islam tidak bisa mengatur hidupnya untuk melaksanakan subuh yang jelas-jelas kewajiban dan meninggalkannya juga diancam dengan siksa?

Jika saja Subuh ditamsilkan sebagai jadwal penerbangan, semacet apapun jalan yang anda lalui, sepagi apapun anda mendapat seat penerbangan, separah apapun sisa pekerjaan anda yang belum selesai, anda akan meninggalkannya untuk memenuhi jadwal tiketnya. Atau di tangan anda ada sebuah tiket perjalanan kereta api yang singgah hanya beberapa saat di sebuah stasiun, anda dan semua orang pasti tidak akan mau ketinggalan. Ketika anda mempunyai tempat kerja yang jauh, anda akan bangun secepat-cepatnya, sepagi-paginya untuk mengejar jadwal masuk, atau anda akan di pecat.

Jika sekali waktu subuh adalah sejuta rupiah dan ada orang kaya yang bersedia bersedekah setiap subuh, apakah anda akan terlambat untuk mendapatkan 365 juta rupiah dalam satu tahun? Apakah anda senang membawa 365 juta rupiah saat anda dikuburkan atau lebih utama membawa 365 shalat subuh?

Pada bagian ketiga, Penulis mengajak kita untuk menakar nilai shalat subuh dengan mengutip hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, bahwa dua rakaat fajar (Shalat Sunnah sebelum subuh) lebih baik dari dunia dan seisinya. Itu masih Sunnah fajar, belum shalat subuhnya. Sungguh shalat subuh itu tidak berbatas pahalanya.

Orang yang shalat subuh secara berjamaah selain mendapatkan 27 derajat pahala, juga diberikan kepadanya kebaikan yang banyak dan dihapuskan kejelekannya serta ditinggikan derajat kedudukannya. Belum lagi para Malaikat yang berdoa atas kebaikannya. Pahala shalat subuh sebanding pahala shalat malam yang dilakukan satu malam penuh.

Shalat subuh merupakan sumber dari segala sumber cahaya di hari kiamat, ketika matahari telah digulung dan bintang-bintang berjatuhan. Keutamaannya yang paling utama, orang yang menjaga shalat subuhnya akan melihat Allah SWT di surga.

Di bagian terakhir buku kecil ini penulis menawarkan tips mudah menjalankan shalat subuh. Ikhlas merupakan bagian terpenting dalam membantu seseorang untuk bangun melaksanakan shalat subuh. Dan tentu saja harus dibangun dengan tekad yang kuat dengan mengesampingkan kondisi orang-orang yang meninggalkan shalat subuh. Menghindari dosa dan berdoa karena siapa yang membangunkanmu untuk shalat subuh?

Cara tidur juga bagian terpenting dari tips ini. Rasulullah saw selalu berwudhu sebelum tidur dan tidur dengan menghadap ke kanan. Dan tentu saja membaca doa sebelum tidur. Hindari kekenyangan dan mengingat keutamaan waktu fajar. Carilah kawan yang baik dan ajak orang lain untuk melakukan shalat subuh. Pengatur waktu sangat berlimpah di zaman teknologi modern, weker, bel pintu sampai handphone dapat digunakan untuk membantu anda terbangun.

Sebuah pesan yang sering kita dengar juga dikutip dalam buku ini, bahwa seorang penguasa Yahudi mengatakan mereka tidak takut dengan orang islam kecuali satu hal, di mana ketika jumlah jamaah shalat subuh mencapat jumlah jamaah shalat jumat.

Subuh adalah ketika kaum Nabi Luth dihancurkan. Ketika kaum ‘Ad Nabi Hud dikirimkan kepada mereka angin yang sangat panas yang menghancurkan mereka dan hanya menyisakan bekas-bekas tempat tinggal mereka.

Semoga Allah memberi kita Hidayah-Nya. Karena Ia tidak akan kekurangan sesuatu apapun jika kita tidak melakukan shalat sekalipun.

Judul Buku   :     MISTERI SHALAT SUBUH
Judul Asli     :     Kaifa Nuhaafidzu ‘ala Shalaatil Fajri
Penulis         :     Dr. Raghib As-Sirjani
Alih Bahasa  :     Ahmad Munaji, Lc.
Penerbit       :    
AQWAM, Solo
Cetakan       :    
XXIII, Maret 2007
Tebal           :    
151 halaman

Tulisan ini juga dapat dibaca di Majalah Santunan Terbitan Kanwil Kemenag Provinsi Aceh.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Petikan Senar Jasmine (Sebuah Cerpen)

Suhban baru saja merapikan peralatan kerjanya. Berbagai jenis kuas ia tempatkan di sudut ruang, kecuali box kuas mini ia biarkan di sisi palet lukis di bawah   easel stand   yang menampung sebuah   lukisan realis   berbahan dasar kanvas. Hanya butuh beberapa sentuhan kecil kepiawaian tangan Suhban untuk   finishing . Suhban tetap antusias meski memasuki bulan ketiga menuangkan segala ide untuk kesempurnaan lukisannya. Suhban mulai abai dengan perawatan dirinya, tampil sekenanya saja lazimnya seorang pelukis profesional. Rambutnya mulai membentuk gumpalan ikal meski sejatinya rambutnya hanya bergelombang kecil jika dirawat. Wajahnya mulai tampak lelah akibat kecapaian dan kekurangan asupan gizi, pola makannya tidak teratur sama sekali. Setelah beberapa kali gagal pinang, Suhban fokus di kamar melukis sebagai pelariannya dari kenyataan bahwa kesederhanaan tidak dapat diandalkan lagi di ruang sempit sosial ketika materi menjadi segalanya sebagai tolok ukur. Ke...

Harmoni di Tepi Krueng Lokop dan Bakti Pak Tani untuk Negeri

  Seperti menyisir daerah pedalaman lainnya, menelusuri jalan ke Lokop, Aceh Timur, membutuhkan kesiapan yang matang. Harus didukung oleh jenis transportasi yang tidak biasa agar memudahkan melewati jalanan ekstrim setelah musim hujan. Jarak tempuh ke sana setidaknya membutuhkan waktu 4 jam dan melintasi dua kecamatan jika hitungan  start  dimulai dari simpangan Gampong Beusa, Peureulak di jalan nasional. Mobil dengan daya 4×4 direkomendasikan untuk menundukkan bebukitan berbatu akibat aspal yang tergerus air hampir separuh jalan ke sana. Saya tergabung dalam tim Forum Petani Organik Rakan Pak Tani yang menuju ke Lokop, Serbajadi salah satu kecamatan di sebelah selatan Aceh Timur. Forum ini diundang untuk melakukan sosialisasi kepada warga di sana tentang pola penanaman organik pada tanaman mereka. Tim ini hampir saja gagal menuju ke sana akibat mobil yang dipersiapkan tiba-tiba tidak bisa berangkat. Tidak ada pilihan lain, mobil Honda mobilio milik Zulfan akhirnya dipaks...

Tumpôk Asëë Lêt

Malam belum begitu larut, sisa sengatan terik siang hari masih menguap dari dinding sebuah warung kopi yang masih searah dengan sebuah bangunan nan luas dan megah, Meuligoe, tempatnya para Wali. Selaku penikmat kopi malam, tanpa sengaja kami telah melawan penjajahan oleh waktu. Larut dalam pembicaraan civil society dan good government yang tidak bertepi. Rona Aceh Damai menjadi buyar dan hambar ketika fakta-fakta menyadurkan realita miris. Kata damai dalam kondisi tertentu bagai memperjuangkan kata itu sendiri menjadi bagian dari semacam kosa kata baru agar masuk ke dalam sebuah kamus, setelah diskusi panjang terhadap pemaknaannya. Bukan seminar tentunya, reuni atau semacamnya. Tapi hanya pertemuan dan obrolan biasa sambil mencandai sekumpulan kacang yang sudah mulai berjamur dalam sebungkus ikatan plastik. Tetap punya nilai jual karena tersusun rapi dalam sebuah rak warung. Minimal keberadaannya memenuhi aneka menu agar tidak terkesan  hana sapue na . Sebuah perumpamaan keluar dar...