Langsung ke konten utama

Ragam Cara Memaknai al-Quran

Foto: Pinterest.com

Setiap orang memiliki cara tersendiri memaknai al-Quran. Ada yang mengamalkan hanya sebatas ayat-ayat doa keberkatan. Ada pula sebagai doa penyembuhan (rajah). Sebagian lain mengamalkannya sebagai tuntunan berprilaku. Kita ada di bagian yang mana?
Setiap umat beragama mempunyai sebuah kitab suci. Isinya tentang ajaran-ajaran atau sebuah teks yang menjadi inspirasi dalam beragama. Islam mempunyai kitab suci al-Quran yang merupakan  Qalam-Allah yang diturunkan oleh-Nya melalui perantaraan malaikat Jibril.

Al-Quran menjadi hujjah bagi Nabi atas pengakuannya sebagai Rasul-Allah dan pembawa ajaran. Al-Quran sebagai undang-undang bagi manusia yang mengikuti petunjukNya, dan menjadi qurbah (jalan mendekatkan diri kepada Allah SWT) dan membacanya dianggap ibadah. Demikian dijelaskan Abdul Wahhab Khallaf. Al-Quran juga landasan utama untuk setiap istinbath (menarik kesimpulan) hukum yang diijtihadkan oleh para ulama.

Dinamika hari ini, al-Quran dimaknai dalam berbagai dimensi kehidupan. Selain sebagai sumber hukum, al-Quran juga sabagai sarana untuk mencari pahala (ibadah) dengan membaca surat-surat tertentu dengan imbalan yang berlimpah. Ada juga bacaan yang mempunyai fadhilah tersendiri, seperti dapat memudahkan rezeki, dimudahkan segala urusan, dan sebagai obat penawar.

Berbagai kebijakan pemerintah lahir dalam rangka menggalakkan masyarakat untuk membaca al-Quran. Mulai dari Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) yang dilaksanakan setiap tahun, kemudian ada program gemar mengaji ba’da magrib sampai sehari satu ayat/surat yang diterapkan di sekolah-sekolah. Hadir juga Tahfidh al-Quran yang dimotivasi dengan menyediakan fasilitas umrah dan beasiswa pendidikan.

Semua itu tentu belum cukup. Karena al-Quran maha luas pengetahuannya. Hanya sedikit dari kita yang mampu memahami dan mengaplikasikan pesan-pesan al-Quran dalam kehidupan pada lingkup yang lebih luas. Kecenderungan kita memaknai al-Quran lebih kepada sisi ibadah. Kita masih sangat awam untuk menempatkan al-Quran sebagai sumber ilmu pengetahuan. Rahasia al-Quran tentang alam justru lebih banyak ditemukan oleh ilmuan nonmuslim.

Manifestasi al-Quran tersandang pada Rasul yang diutus untuk memperbaiki akhlak manusia, karena Muhammad SAW lahir pada saat kebiadaban jahiliyah yang menanam hidup-hidup orang yang tidak dikehendakinya. Sebagai pembawa pesan al-Quran, dengan jelas Muhammad Digambarkan sebagai pembawa berita gembira, dan padanya terdapat keteladan yang baik (uswatun hasanah).

Sedemikan banyak ayat-ayat al-Quran yang menuntun moralitas ummat agar mencapai kedamaian di dunia dan akhirat. Al-Quran juga mengajak untuk menjaga keseimbangan alam sebagai tanggung jawab bersama secara moral. Intisari FirmanNya pada ayat 41, surat al-Ruum; “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut, disebabkan karena perbuatan tangan manusia…” adalah bagian tanggung jawab kolektif sebagaimana al-Quran juga menyinggung tentang anak-anak yatim.

Namun tidak mudah untuk menempatkan al-Quran sebagai landasan moral. Selain ide ini pada awalnya dikemukakan oleh orang-orang telah dilabel liberal. Padahal seharusnya universal al-Quran dapat hadir dalam berbagai bentuk yang tentu saja tetap pada garis fitrahnya sebagai landasan dasar beragama. Aceh telah mencoba berbagai hal tersebut di atas untuk optimalisasi kandungan al-Quran. Al-Quran versi sajak berbahasa Aceh juga sudah pernah diterbitkan.

Seniman/budayawan Aceh misalnya, bisa saja merancang sebuah konsep penyajian al-Quran dalam bentuk sebuah tulisan sastra seperti novel agar makna-makna yang terkandung dalam al-Quran menjadi bacaan familiar dalam masyarakat. Tentu saja sebelum itu dilakukan, kajian mendalam dan teknis penyajian ayat yang ditransformasikan ke dalam bahasa sastra kontemporer mesti didiskusikan dengan cermat dan intens bersama para ahli penafsiran al-Quran yang ada di universitas-universitas.

Akademisi juga harus berperan lebih banyak dalam hal ini. Tidak hanya sebatas meneliti al-Quran untuk keperluan kajian ilmiah internal semata. Tapi harus hati-hati, yang dimaksudkan disini bukanlah menerjemahkan satu ayat ke satu ayat, tapi bisa dimulai dari sejarah-sejarah yang termaktub dalam al-Quran.

Mainstream kesucian al-Quran yang menempatkan al-Quran dalam peti emas tapi tidak dibaca dan dihayati kandungannya pada akhirnya akan melemahkan implementasi nilai-nili al-Quran dalam kehidupan. Sama halnya dengan menggunakan dalil al-Quran untuk hujjah politik sambil menyerang pihak lawan.

Al-Quran bukan untuk Meurajah (pengobatan tradisional/alternatif). Al-Quran juga bukan sekedar untuk dibaca dan diamalkan dalam konteks ibadah. Keumuman al-Quran jauh, bahkan lebih jauh dari apa yang bisa kita pikirkan. Ilmuan nonmuslim saja dapat menjadikan al-Quran sebagai landasan pengetahuan untuk mengungkap rahasia alam, mengapa kita belum sejauh itu?

Pemahaman kita terhadap al-Quran belum mampu merubah perilaku kita. Itu artinya, masih sedikit sekali pesan-pesan moral dalam al-Quran yang kita pahami. Bagaimana kita menyatakan diri seorang muslim yang baik sementara membaca al-Quran saja tertatih. Jangankan untuk mengamalkannya.

Tulisan ini hanya dimaksudkan sebagai sebuah renungan untuk menyadari keberadaan kita sebagai seorang muslim. Sejauh mana al-Quran mempengaruhi perilaku dan cara pikir kita. Semua setuju al-Quran sebagai kitab suci. Tapi tidaklah makna suci itu menempatkan al-Quran hanya sebagai hiasan yang hanya dipakai pada waktu-waktu tertentu.[**]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Petikan Senar Jasmine (Sebuah Cerpen)

Suhban baru saja merapikan peralatan kerjanya. Berbagai jenis kuas ia tempatkan di sudut ruang, kecuali box kuas mini ia biarkan di sisi palet lukis di bawah   easel stand   yang menampung sebuah   lukisan realis   berbahan dasar kanvas. Hanya butuh beberapa sentuhan kecil kepiawaian tangan Suhban untuk   finishing . Suhban tetap antusias meski memasuki bulan ketiga menuangkan segala ide untuk kesempurnaan lukisannya. Suhban mulai abai dengan perawatan dirinya, tampil sekenanya saja lazimnya seorang pelukis profesional. Rambutnya mulai membentuk gumpalan ikal meski sejatinya rambutnya hanya bergelombang kecil jika dirawat. Wajahnya mulai tampak lelah akibat kecapaian dan kekurangan asupan gizi, pola makannya tidak teratur sama sekali. Setelah beberapa kali gagal pinang, Suhban fokus di kamar melukis sebagai pelariannya dari kenyataan bahwa kesederhanaan tidak dapat diandalkan lagi di ruang sempit sosial ketika materi menjadi segalanya sebagai tolok ukur. Ke...

Harmoni di Tepi Krueng Lokop dan Bakti Pak Tani untuk Negeri

  Seperti menyisir daerah pedalaman lainnya, menelusuri jalan ke Lokop, Aceh Timur, membutuhkan kesiapan yang matang. Harus didukung oleh jenis transportasi yang tidak biasa agar memudahkan melewati jalanan ekstrim setelah musim hujan. Jarak tempuh ke sana setidaknya membutuhkan waktu 4 jam dan melintasi dua kecamatan jika hitungan  start  dimulai dari simpangan Gampong Beusa, Peureulak di jalan nasional. Mobil dengan daya 4×4 direkomendasikan untuk menundukkan bebukitan berbatu akibat aspal yang tergerus air hampir separuh jalan ke sana. Saya tergabung dalam tim Forum Petani Organik Rakan Pak Tani yang menuju ke Lokop, Serbajadi salah satu kecamatan di sebelah selatan Aceh Timur. Forum ini diundang untuk melakukan sosialisasi kepada warga di sana tentang pola penanaman organik pada tanaman mereka. Tim ini hampir saja gagal menuju ke sana akibat mobil yang dipersiapkan tiba-tiba tidak bisa berangkat. Tidak ada pilihan lain, mobil Honda mobilio milik Zulfan akhirnya dipaks...

Tumpôk Asëë Lêt

Malam belum begitu larut, sisa sengatan terik siang hari masih menguap dari dinding sebuah warung kopi yang masih searah dengan sebuah bangunan nan luas dan megah, Meuligoe, tempatnya para Wali. Selaku penikmat kopi malam, tanpa sengaja kami telah melawan penjajahan oleh waktu. Larut dalam pembicaraan civil society dan good government yang tidak bertepi. Rona Aceh Damai menjadi buyar dan hambar ketika fakta-fakta menyadurkan realita miris. Kata damai dalam kondisi tertentu bagai memperjuangkan kata itu sendiri menjadi bagian dari semacam kosa kata baru agar masuk ke dalam sebuah kamus, setelah diskusi panjang terhadap pemaknaannya. Bukan seminar tentunya, reuni atau semacamnya. Tapi hanya pertemuan dan obrolan biasa sambil mencandai sekumpulan kacang yang sudah mulai berjamur dalam sebungkus ikatan plastik. Tetap punya nilai jual karena tersusun rapi dalam sebuah rak warung. Minimal keberadaannya memenuhi aneka menu agar tidak terkesan  hana sapue na . Sebuah perumpamaan keluar dar...