Langsung ke konten utama

JADILAH KONTESTAN


Foto: Pinterest.com

Beberapa realitas politik pemilihan;

1. Aturan pemilu/pilkada diatur untuk 3 hal; Penyelenggara (termasuk Pengawas), Peserta dan Pemilih. Hak Penyelenggara dan Peserta diatur sedemikian rupa, sehingga jika terjadi kecurangan dapat digugat. Sementara hak Pemilih hanya dijamin agar dapat menggunakan hak pilihnya. Belum ada aturan yang menjamin Pemilih dapat menggunakan haknya untuk menggugat Peserta pemenang jika tidak memenuhi janjinya semasa kampanye.

2. Pemilih Peserta pemenang pada akhirnya juga mempunyai kedudukan yang sama dengan pemilih yang memilih kontestan yang tidak menang dalam konteks arah kebijakan Peserta pemenang yang telah dikukuhkan sebagai pemerintah. Pemerintah/partai pengusung tidak mungkin mampu membedakan lagi konstituennya sendiri kecuali kader. Yang lahir pada akhirnya adalah kebijakan yang memihak kepada semua golongan.


3. Bagaimana Pemilih dapat membuktikan loyalitasnya kepada Peserta sementara prose's pencoblosan sifatnya rahasia?

4. Pemilih yang kontestannya tidak menang tidak dapat menarik kembali dukungannya ketika partai yang ia pilih memutuskan berkoalisi dengan partai kontestan pemenang, sementara ia berseberangan dengan partai tsb atau alasan lain.

5. Pemilih dihadapkan pada dilema sosial ketika Pemenang tidak menjalankan pemerintahan secara baik lalu mendapat sorotan tajam dari berbagai kalangan. Dalam kondisi ini Pemilih juga tidak dapat menarik dukungannya yang mempengaruhi secara hukum.

Enak jadi pemilih???

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Petikan Senar Jasmine (Sebuah Cerpen)

Suhban baru saja merapikan peralatan kerjanya. Berbagai jenis kuas ia tempatkan di sudut ruang, kecuali box kuas mini ia biarkan di sisi palet lukis di bawah   easel stand   yang menampung sebuah   lukisan realis   berbahan dasar kanvas. Hanya butuh beberapa sentuhan kecil kepiawaian tangan Suhban untuk   finishing . Suhban tetap antusias meski memasuki bulan ketiga menuangkan segala ide untuk kesempurnaan lukisannya. Suhban mulai abai dengan perawatan dirinya, tampil sekenanya saja lazimnya seorang pelukis profesional. Rambutnya mulai membentuk gumpalan ikal meski sejatinya rambutnya hanya bergelombang kecil jika dirawat. Wajahnya mulai tampak lelah akibat kecapaian dan kekurangan asupan gizi, pola makannya tidak teratur sama sekali. Setelah beberapa kali gagal pinang, Suhban fokus di kamar melukis sebagai pelariannya dari kenyataan bahwa kesederhanaan tidak dapat diandalkan lagi di ruang sempit sosial ketika materi menjadi segalanya sebagai tolok ukur. Ke...

Harmoni di Tepi Krueng Lokop dan Bakti Pak Tani untuk Negeri

  Seperti menyisir daerah pedalaman lainnya, menelusuri jalan ke Lokop, Aceh Timur, membutuhkan kesiapan yang matang. Harus didukung oleh jenis transportasi yang tidak biasa agar memudahkan melewati jalanan ekstrim setelah musim hujan. Jarak tempuh ke sana setidaknya membutuhkan waktu 4 jam dan melintasi dua kecamatan jika hitungan  start  dimulai dari simpangan Gampong Beusa, Peureulak di jalan nasional. Mobil dengan daya 4×4 direkomendasikan untuk menundukkan bebukitan berbatu akibat aspal yang tergerus air hampir separuh jalan ke sana. Saya tergabung dalam tim Forum Petani Organik Rakan Pak Tani yang menuju ke Lokop, Serbajadi salah satu kecamatan di sebelah selatan Aceh Timur. Forum ini diundang untuk melakukan sosialisasi kepada warga di sana tentang pola penanaman organik pada tanaman mereka. Tim ini hampir saja gagal menuju ke sana akibat mobil yang dipersiapkan tiba-tiba tidak bisa berangkat. Tidak ada pilihan lain, mobil Honda mobilio milik Zulfan akhirnya dipaks...

Tumpôk Asëë Lêt

Malam belum begitu larut, sisa sengatan terik siang hari masih menguap dari dinding sebuah warung kopi yang masih searah dengan sebuah bangunan nan luas dan megah, Meuligoe, tempatnya para Wali. Selaku penikmat kopi malam, tanpa sengaja kami telah melawan penjajahan oleh waktu. Larut dalam pembicaraan civil society dan good government yang tidak bertepi. Rona Aceh Damai menjadi buyar dan hambar ketika fakta-fakta menyadurkan realita miris. Kata damai dalam kondisi tertentu bagai memperjuangkan kata itu sendiri menjadi bagian dari semacam kosa kata baru agar masuk ke dalam sebuah kamus, setelah diskusi panjang terhadap pemaknaannya. Bukan seminar tentunya, reuni atau semacamnya. Tapi hanya pertemuan dan obrolan biasa sambil mencandai sekumpulan kacang yang sudah mulai berjamur dalam sebungkus ikatan plastik. Tetap punya nilai jual karena tersusun rapi dalam sebuah rak warung. Minimal keberadaannya memenuhi aneka menu agar tidak terkesan  hana sapue na . Sebuah perumpamaan keluar dar...